Minggu, 01 Mei 2011

HARDIKNAS; Napak Tilas Perjuangan Ki Hadjar Dewantara sebagai Bapak Pendidikan Nasional

 
Jika ada pertanyaan, Siapakah Bapak Pembangunan kita, jawabannya tentu Soeharto. Tetapi, kalau berbicara tentang pendidikan, siapa yang tak kenal dengan Ki Hadjar Dewantara. Suwardi Suryaningrat, inilah nama asli dari Ki Hadjar Dewantara. Lahir tanggal 2 Mei 1889 dan meninggal pada 26 April 1959. Ini merupakan sekilas riwayat Bapak Pendidikan Nasional Indonesia.
Ungkapan Ki Hadjar Dewantara yang hingga kini masih terngiang di telinga; ing ngarso sing tulodo, ing madya mangun karso, dan tut wuri handayani. Atau secara sederhana dapat diartikan; di depan memberi contoh, di tengah membangkitkan kreativitas, dan di belakang memberikan pengawasan. Begitu pentingnya arti pendidikan bagi manusia, khususnya bagi rakyat Indonesia yang masih dalam tekanan colonial membuka mata hati Ki Hadjar Dewantara untuk berbenah, bagaimana agar Indonesia mendapatkan pendidikan yang layak, bermutu, dan bermanfaat bagi kehidupan.  
Imbas dari penjajahan di masa colonial Belanda dan Jepang bagi Indonesia sangat terasa di semua sector kehidupan. Kehidupan yang begitu keras, penuh penuh perjuangan, di tengah-tengah itulah Ki Hadjar Dewantara hadir sebagai juru selamat dalam dunia pendidikan, pada akhirnya menjadi modal utama perjuangan rakyat. Tiada lain adalah pendidikan. Dengan pendidikan kita mengetahui semuanya, dunia bahkan. Dengan bekal pendidikan yang didasarkan pada semangat nasionalisme, patriotisme, dapat membangun jati diri bangsa sebagai manusia yang merdeka, bebas, bermartabat, dan disegani bangsa lain.
Usaha yang Ki Hadjar Dewantara dalam memperjuangkan pendidikan bagi rakyat tidaklah mudah. Ide dan pemikirannya pun menjadi acuan penyelenggaraan pendidikan hingga sekarang. Dengan bahasa yang mudah dimengerti dapat dikatakan bahwa Ki Hadjar ingin membebaskan dan mengeluarkan rakyat dari kebodohan, ketertinggalan hingga lepas dari semua bentuk penjajahan.
Lalu bagaimana dengan sistem pendidikan sekarang? Apakah sama visi dan misi Ki Hadjar Dewantara tersebut telah terwujudkan dalam dunia nyata. Kompleksnya masalah yang tengah melanda bangsa, dari masalah kutu-gajah, apakah karena alasan pendidikan juga...? Sebuah pertanyaan yang sangat mendasar “Apakah bangsa ini masih membutuhkan Ki Hadjar-Ki Hadjar Dewantara lagi...?

Setiap tanggal 2 Mei seolah menjadi sebuah lambang bagi Ki Hadjar Dewantara. Fantastik. Meskipun diakui banyak cendia pada era tersebut, penulis merasakan belum “meng-Ki Hadjar”. Tanggal 2 Mei seakan mengarahkan kita untuk menjadi manusia, bangsa, rakyat, atau masyarakat yang cerdas, pandai, terlepas dari kebodohan, ketertinggalan, dan berwibawa di mata dunia. Thus, ketika masyarakat Indonesia bisa mencapai target atau dapat mewujudkan visi dan misi yang diidamkan oleh Ki Hadjar Dewantara, berarti makna kalimat; ing ngarso sing tulodo, ing madya mangun karso dan tut wuri handayani, telah terwujud. Wallahu’ ‘alam.