Jumat, 28 Desember 2012

MASALAH PKL BELUM TUNTAS



Penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) yang ada di wilayah Batulayar hingga kini belum tuntas. Usaha jajaran Polisi Pamong Praja (Pol PP) Kabupaten Lombok Barat yang dikawal aparat keamanan Kecamatan untuk membantu memindahkan pedagang mendapat perlawanan dari 3 orang pemilik warung yang masih bertengger di tepi jalan Batu Bolong Desa Batulayar Barat Kecamatan Batulayar. Reaksi keras dari pemilik dagangan membuat kawanan Pol PP Kabupaten Lombok Barat dan aparat keamanan membuyarkan rencana awal penggusuran. Adu mulut antara pihak yang bermasalah  dengan pihak aparat tak terhindarkan.
Saya berani mati mempertahankan lokasi ini. Enak saja bapak-bapak mau menggusur. Awas kalau sampai menyentuh barang saya. Demikian ucapan salah seorang pedagang kepada aparat. Meskipun demikian, Pol PP memaksa menurunkan beberapa kursi milik pedagang ke bawah pinggiran pantai. Kalau sudah ada lokasi yang disiapkan seperti di Batulayar saya siap dipindahkan. Kalau seperti ini, kemana barang dagangan saya akan dibawa. Kenapa hal-hal kecil seperti ini diungkap oleh pemerintah, PS-PS yang ada di Café, Germo, Koruptor tidak pernah dipermasalahkan. Saya Cuma menjual kopi dengan harga dua atau tiga ribu untuk kehidupan anak istri saya, caba bapak-bapak pikir baik-baik, ujar pedagang tersebut dengan lancangnya.
Dalam hiruk-pikuk, kekacauan di lokasi Pedagang Kaki Lima tersebut, Kepala Desa Batulayar, H.M. Nur Taufiq memberikan pemahaman kepada para pedagang yang masih dianggap bermasalah. Namun beberapa pedagang lainnya masih bersikeras, bahkan salah satu dari pedagang kaki lima tersebut membuka baju sambil sesumbar. Ya, mereka mempertahankan hak milik untuk menghidupi anak dan istrinya. Anak saya cuma satu, saya siap mati gara-gara ini, saya tidak peduli badan bapak besar-besar, kilahnya di tengah keramaian aparat keamanan.
Di satu sisi, pemerintah ingin memajukan daerah melalui beberapa jalur; pariwisata, keindahan, kesejukan, kedamaian dan keamanan. Benar. Namun apakah hal tersebut harus mengorbankan yang lain, menghilangkan hak dan kesejahteraan orang miskin misalnya?