Keberadaan guru ngaji di masyarakat semakin
diperhatikan oleh pemerintah. Perhatian pemerintah terhadap mereka yang
mengajarkan ilmu-ilmu agama di kampung, di desa dan sebagainya semakin
diperlukan keberadaannya dan seolah diberikan ruang gerak oleh pemerintah
melalui perhatian terhadap kesejahteraan mereka. Jika menilai lebih teliti,
sebenarnya apa yang diberikan oleh guru ngaji non formal tersebut tidak jauh
berbeda dengan mereka yang bertugas sebagai tenaga guru baik PNS maupun Honorer
pada lembaga pendidikan. Intinya sama, mereka melakukan pengajaran dengan
transformasi ilmu.
Terdapat 50 orang guru ngaji yang tersebar di
10 Dusun yang ada di Desa Batulayar, masing-masing dusun ada yang memiliki 3
sampai empat guru ngaji. Kemarin, dengan telah dicairkannya Program Alokasi
Dana Desa, guru ngaji pun kecipratan rezeki. Sebelum mengabsen dan membagikan
honor senilai seratur ribu rupiah, Kepala Desa Batulayar memberikan sedikit
sambutan kepada semua guru ngaji yang mendapatkan undangan di Aula Kantor Desa.
Uang senilai seratus ribu rupiah, untuk
hitungan sekarang memang sangat kecil. Namun terlepas itu semua, keikhlasan
Bapak-bapak yang mengajarkan ilmu agama kepada anak-anak, itu yang tak
terhitung nilai pahalanya. Apalagi ini menyangkut ummat. Untuk itulah, jangan
melihat besar atau kecilnya uang yang akan diterima, melainkan semata-mata
karena niat baik dan ikhlas, persoalan rizki, Tuhan yang mengatur, demikian
urai H.M. Taufiq selaku Kepala Desa Batulayar.
Meskipun dengan jumlah yang kecil, guru ngaji
yang didominasi oleh para orang tua tersebut terlihat senang dan ceria karena
merasa mendapatkan perhatian oleh pemerintah. Memang selama ini, kiblat guru
tertuju kepada lembaga atau sekolah-sekolah ternama, itulah yang membuat
sebutan guru ngaji merasa sedikit terlupakan, utamanya jasa-jasa dalam
mengajarkan ilmu-ilmu agama.