Rabu, 16 Mei 2012

BATULAYAR; KONFLIK MAKIN KOMPLEKS

Konflik akan terus mewarnai kehidupan masyarakat. Bak jamur yang tumbuh di musim hujan, konflik tidak dapat diprediksi secara matematis. Belakangan ini, Batulayar seakan menjadi wilayah yang mendominasi perselisihan atau rawan konflik. Ya, tak dapat dipungkiri, glamornya kehidupan di daerah pariwisata tidak saja memberikan nilai positif namun juga mengandung unsure negative. Untuk itulah diperlukan “tangan dingin” untuk bisa meredam perbedaan pendapat yang dapat memicu konflik. Konflik social misalnya, dengan meminjam bahasa yang digunakan oleh Din Syamsuddin bahwa salah satu penyebab utama konflik adalah factor kemiskinan.
Seandainya pemerintah tegas dalam pengentasan kemiskinan, konflik dapat diminimalisir. Kesenjangan social pada masyarakat merupakan hal yang lumrah. Biasa. Kemiskinan merupakan dampak dari kurangnya lapangan pekerjaan yang mampu mensejahterakan masyarakat. Kekurang-sejahteraan membuat orang nekat meskipun dalam skala kecil melakukan apa pun demi mencukupi kebutuhan hidup. Misalnya orang berani mendirikan tempat-tempat mesum demi mencari sesuap makan.
Plank Perjanjian Penutupan Lokasi
Di Desa Batulayar, penggrebekan tempat mesum illegal ini kerap dilakukan oleh aparat. Dengan menghadirkan Pol. PP Kabupaten Lombok Barat, Kapolres, Camat, Kapolsek, Kepala Desa hingga tokoh agama dan masyarakat, namun kehadiran semua penegak hukum tersebut seolah tak bergigi. Nihil. Perjanjian demi perjanjian telah disepakati, lagi-lagi ekonomi menjadi alasan utama lokasi dibuka. Lokasi tersebut, tidak hanya mudah, namun juga memiliki tarif yang bisa dijangkau oleh konsumen. Seharusnya pemerintah prihatin dan menyadari dalam konteks konflik  bahwa pemerintah harus melihat permasalahan secara komprehensif. Ini tugas kepemimpinan di berbagai sektor formal dan informal.