Di tengah perkembangan zaman yang serba
modern dan instant sekarang ini dan ditambah dengan pengaruh arus budaya yang
hampir tak terbendung, masih ditemukan budaya dan tradisi Sasak yang masih
hidup dan dijalankan hingga sekarang ini. Memang dengan majunya ilmu
pengetahuan dan teknologi sangat berpengaruh terhadap kelenturan budaya,
khususnya budaya Sasak. Jika dicermati sebenarnya masing-masing daerah memiliki
budaya dan tradisi yang kental dan menjadi khas mereka. Namun, lagi-lagi karena
perkembangan zaman kadang menuntut budaya semakin terkikis bahkan sudah
dilupakan.
Tradisi yang masih lestari di Gumi Sasak
adalah tradisi Medak Api. Sesungguhnya bagi masyarakat Sasak khususnya, istilah
Medak Api bukan masalah asing khususnya di daerah-daerah perdesaan. Medak Api
ini merupakan ritual dimana bayi akan diberikan nama setelah tujuh atau
Sembilan hari dilahirkan. Atau yang menjadi ukuran proses pemberian nama adalah
putusnya tali pusar bayi. Tradisi ini tidak sembarang dilakukan kecuali oleh
para ahli, seperti dukun beranak yang mampu dan bisa melakukan ritual ini.
Inak Umrah salah satu dukun beranak yang ada
di Dusun Senteluk Daye Desa Senteluk Kecamatan Batulaya Lombok Barat tak lupa
melakukan ritual Medak Api jika akan menamakan bayi. Pernak-pernik Medak Api
ini pun tak semudah yang dibayangkan alias membutuhkan ketelatenan. Menurutnya,
ilmu dukun beranak ini ia peroleh secara turun-temurun. Berikut beberapa
tahapan dan bahan yang diperlukan untuk melakukan proses Medak Api.
1. Satu buah
Kelapa Tua
Kelapa ini diparut dicampur dengan kunyit yang selanjutnya
dijadikan sebagai alat keramas. Orang yang boleh melakukan keramas yaitu;
dukun, ibu melahirkan, dan orang-orang yang terlibat atau membantu proses
melahirkan. Tujuannya adalah agar orang terlibat atau membantu tersebut
terhindar dari rabun. Orang yang mengerti tentang hal tersebut mendatangi dukun
untuk meminta keramas.
2. Kunyit
Merupakan campuran dari parutan kelapa yang agar berwarna
kuning.
3. Kulit Kelapa
Kulit Kelapa yang kering tersebut selanjutnya dibakar dan asapya
dibiarkan. Di atas asap kemudian bayi diayun lalu diputar oleh dukun sebanyak
Sembilan kali sebelum proses pemberian nama bayi.
4. Benang Warna
Hitam dan Putih
Sebelum
pemberian nama alias Sembe’ dalam bahasa Sasak, kedua benang tersebut dipintal
rapi oleh Dukun Beranak untuk dijadikan gelang yang dipakaikan pada kedua
pergelangan tangan bayi, pergelangan kaki dan pinggang bayi. Setelah proses
pemakaian gelang baru bayi diberi nama sesuai dengan yang kehendaki. Caranya
adalah dengan menggunakan tanda atau Sembe’ dikening bayi. Adapun Pintalan
benang yang telah dibuat oleh dukun tersebut dipakaikan pula kepada ibu bayi
yang baru melahirkan tersebut. Tujuannya adalah untuk menghindarkan bayi dari
hal-hal buruk. Benang yang dipintal tersebut tidak boleh diputus kecuali dengan
sendirinya. Yang terakhir adalah memijat kaki ibu bayi melahirkan dengan
keramas parutan Kelapa agar terhidar dari penyakit seperi Varises.
Berikut ini merupakan tradisi budaya leluhur
yang masih ditemukan khususnya pada kalangan Adat Sasak. Meski demikian, maish
banyak orang mengganggap hal tersebut merupakan hal yang berbau mistik dan
bertentangan dengan ajaran agama. Lagi-lagi ini merupakan budaya yang perlu dan
diketahui oleh anak cucu kita nanti.