Senin, 25 Agustus 2014

PERNIKAHAN DI KUA; ANTARA PEMERINTAH DAN BUDAYA

Pro dan kontra terhadap kebijakan pemerintah sering terjadi di kalangan masyarakat. Pemahaman yang bersebrangan ini pun merembet hingga ke lapisan bawah. Meskipun demikian, semua kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah tersebut telah mendapat kajian panjang demi kepentingan, kemudahan, serta kebaikan masyarakat pada dasarnya. Begitu banyak kebijakan yang mulanya tidak direstui atau mendapat persetujuan oleh pihak, namun setelah menelaah lebih panjang dan melihat output yang dihasilkan, perlahan kebijakan tersebut diterima dan bisa diterapkan di tengan-tengah kehidupan masyarakat.
Aturan maupun kebijakan pemerintah yang masih hangat dan menjadi perbincangan masyarakat saat ini salah satunya seperti menikah harus dilangsungkan di Kantor Urusan Agama (KUA). Semenjak diterapkannya aturan ini, awalnya banyak wacana di kalangan masyarakat. Mengapa harus di KUA. Paradigma berpikir masyarakat pun mulai terbentuk dengan adanya aturan ini. Imbas dari penerapan ini berdampak pada pemutusan kerja petugas pencatat nikah alias P3N. P3N yang seharusnya mendapat proyek setiap ada peristiwa pernikahan harus berbuat sabar.
Pada pandangan yang berbeda, dengan diterapkannya aturan ini, masyarakat yang akan melangsungkan pernikahan memiliki beban yang berkurang. Karena, jika pernikahan dilangsungkan di KUA pada waktu jam kerja, pengantin terbebas dari biaya administrasi semisal Akte atau Buku Nikah. Masyarakat akan mendapatkan kebebasan biaya sebagaimana sebelumnya harus membayar. Di samping itu, pernikahan di KUA terlihat akan lebih sederhana.
Proses pernikahan di KUA memiliki penilaian yang berbeda jika ditilik dari segi budaya dan tradisi yang kuat dan kental. Paguyuban masyarakat, kearifan local yang awalnya menjadi penyeimbang pada setiap acara proses pernikahan di kalangan masyarakat terkesan dan perlahan akan sirna. Sistem adat semisal jamuan kepada tamu, sorak-sorai para penonton dan saksi, keluarga dekat dan kerabat semakin menipis. Namun, masyarakat yang berpegang kuat tradisinya, mereka bersikeras melaksanakan akad nikah di rumahnya meski membayar.
Aturan pernikahan yang dilimpahkan di KUA oleh pemerintah pusat ini semata untuk kepentingan masyarakat. Tidak perlu dikecam, beripikiran negative, apalagi sampai menyalahkan pemerintah. Selama menjadi manusia yang hidup, tak lepas dari aturan pemerintah. Menaati pemerintah merupakan simbol bagi warga negara yang baik. Mari kita dukung program-program tersebut untuk kepentingan rakyat.