Ibadah Haji merupakan salah satu rukun Islam
yang harus atau wajib ditunaikan bagi mereka yang mampu. Haji diwajibkan sekali
saja seumur hidup sesorang yang beriman dan beragam Islam. Kesempurnaan iman
seseorang, dari segi rukun Islam adalah mengerjakan Ibadah Haji. Menurut cerita
orang-orang yang pernah mengerjakannya, aktifitas Haji tergolong berat dan
padat. Dalam kepercayaan Islam, selain Haji dikenal Istilah Umrah. Ibadah Haji
dan Umrah tidak berubah sejak disyariatkan hingga sekarang.
Masing-masing masyarakat memiliki keanekaragaman
adat budaya hal yang tak diingkari. Desa atau Kampung, bahkan di belahan
perkotaan, tentu memiliki cirri khas yang menandakan, kampung atau Desa yang
ditinggali. Alih-alih membicarakan masalah budaya dan adat, dalam masyarakat
suku Sasak Lombok sebelum berangkat ke tanah suci Makkah dan Madinah melakukan
berbagai macam ritual-ritual yang bernuansa religious. Syukuran atau roah,
selakaran, nimpes (berkemas) pakaian, dan perpisahan.
Syukuran dan selakaran mungkin begitu popular
di kalangan masyarakat Suku Sasak. Karena syukuran dan selakaran terkadang tak
mesti dilakukan kepada mereka yang sekedar ingin berangkat untuk menunaikan
ibadah Haji dan Umrah saja, melainkan bila ada masyarakat yang menghajatkan
diri seperti setelah merayakan keberhasilan, kesuksesan, dapat melangsungkan
proses syukuran atau selakaran.
Satu hal yang menjadi budaya ketika ada
masyarakat yang ingin melaksanakan Haji dan Umrah adalah istilah “nimpes”. Di
Dusun Teloke Desa Batu Layar ini nimpes merupakan hal yang niscaya dilakukan
sebelum pemberangkatan. Untuk menyamai pemahaman, kata nimpes ini adalah bahasa
Sasak yang berarti mengkemas. Yang dikemas di sini adalah kebutuhan seperti
pakaian atau keperluan lain yang mendukung aktifitas saat menunaikan ibadah.
Nimpes atau mengkemas ini kadang dirangkai
dengan acara syukuran dan dzikiran orang yang berhajat. Pakaian atau kebutuhan
yang “ditimpes” atau dikemas dikeluarkan saat acara dzikiran. Dihadiri oleh
pemuka agama, tokoh masyarakat, tetua, pemuda dan sanak-familiy, pakaian yang
dikemas digelar dan dibacakan ayat-ayat suci Al-Quran. Selanjutnya, setelah
dzikiran dan doa selesai pakaian yang ada dan telah dipersiapkan tersebut
dimasukkan ke dalam koper orang yang berhajat atau orang yang akan menunaikan
ibadah Haji atau Umrah.
Menurut keterangan TGH. Muhtar,terdapat nilai
keberkahan yang terkandung saat acara nimpes atau mengkemas pakaian calon haji
atau umrah tersebut. Nilai-nilai keberkahan ayat-ayat suci al-Quran dan dzikir
yang dibacakan oleh orang-orang alim, orang taat beragama, dan para jamaah
undangan yang ikut memberikan restu keberangkatan. Nilai-nilai kebersamaan,
saling mendoakan dalam kebaikan merupakan anjuran dalam agama Islam.
Terkait dengan nimpes atau berkemas ini, tak
sembarang orang boleh melakukannya. Dalam tradisi masyarakat Teloke Desa Batu
Layar, nimpes ini setidaknya dipercayakan kepada mereka yang benar-benar paham
atau memiliki ilmu agama. Biasanya, mereka adalah penghulu, kiai, ustadz atau
orang yang dipercayakan bahkan memiliki gelar masyarakat seperti gelar haji. Budaya
dan kegiatan nimpes terlihat enteng karena sekedar meletakkan atau mengkemas
barang atau pakaian.
Pemahaman orang dalam masyarakat nimpes itu
disertai dengan bacaan-bacaan doa suci untuk mengiringi aktifitas mereka yang
melakukan ibadah Haji dan Umrah. Indahnya Islam mungkin di sana nampak jelas,
sekedar meletakkan, mengkemas pakaian pun memiliki doa atau bacaan suci, begitu
detail agama terakhir ini menuntun umat menuju keselamatan.