Senin, 12 Januari 2015

NIMPES BUDAYA SEBELUM BERANGKAT KE TANAH SUCI

Ibadah Haji merupakan salah satu rukun Islam yang harus atau wajib ditunaikan bagi mereka yang mampu. Haji diwajibkan sekali saja seumur hidup sesorang yang beriman dan beragam Islam. Kesempurnaan iman seseorang, dari segi rukun Islam adalah mengerjakan Ibadah Haji. Menurut cerita orang-orang yang pernah mengerjakannya, aktifitas Haji tergolong berat dan padat. Dalam kepercayaan Islam, selain Haji dikenal Istilah Umrah. Ibadah Haji dan Umrah tidak berubah sejak disyariatkan hingga sekarang.

Masing-masing masyarakat memiliki keanekaragaman adat budaya hal yang tak diingkari. Desa atau Kampung, bahkan di belahan perkotaan, tentu memiliki cirri khas yang menandakan, kampung atau Desa yang ditinggali. Alih-alih membicarakan masalah budaya dan adat, dalam masyarakat suku Sasak Lombok sebelum berangkat ke tanah suci Makkah dan Madinah melakukan berbagai macam ritual-ritual yang bernuansa religious. Syukuran atau roah, selakaran, nimpes (berkemas) pakaian, dan perpisahan.

Syukuran dan selakaran mungkin begitu popular di kalangan masyarakat Suku Sasak. Karena syukuran dan selakaran terkadang tak mesti dilakukan kepada mereka yang sekedar ingin berangkat untuk menunaikan ibadah Haji dan Umrah saja, melainkan bila ada masyarakat yang menghajatkan diri seperti setelah merayakan keberhasilan, kesuksesan, dapat melangsungkan proses syukuran atau selakaran.

Satu hal yang menjadi budaya ketika ada masyarakat yang ingin melaksanakan Haji dan Umrah adalah istilah “nimpes”. Di Dusun Teloke Desa Batu Layar ini nimpes merupakan hal yang niscaya dilakukan sebelum pemberangkatan. Untuk menyamai pemahaman, kata nimpes ini adalah bahasa Sasak yang berarti mengkemas. Yang dikemas di sini adalah kebutuhan seperti pakaian atau keperluan lain yang mendukung aktifitas saat menunaikan ibadah.

Nimpes atau mengkemas ini kadang dirangkai dengan acara syukuran dan dzikiran orang yang berhajat. Pakaian atau kebutuhan yang “ditimpes” atau dikemas dikeluarkan saat acara dzikiran. Dihadiri oleh pemuka agama, tokoh masyarakat, tetua, pemuda dan sanak-familiy, pakaian yang dikemas digelar dan dibacakan ayat-ayat suci Al-Quran. Selanjutnya, setelah dzikiran dan doa selesai pakaian yang ada dan telah dipersiapkan tersebut dimasukkan ke dalam koper orang yang berhajat atau orang yang akan menunaikan ibadah Haji atau Umrah.

Menurut keterangan TGH. Muhtar,terdapat nilai keberkahan yang terkandung saat acara nimpes atau mengkemas pakaian calon haji atau umrah tersebut. Nilai-nilai keberkahan ayat-ayat suci al-Quran dan dzikir yang dibacakan oleh orang-orang alim, orang taat beragama, dan para jamaah undangan yang ikut memberikan restu keberangkatan. Nilai-nilai kebersamaan, saling mendoakan dalam kebaikan merupakan anjuran dalam agama Islam.

Terkait dengan nimpes atau berkemas ini, tak sembarang orang boleh melakukannya. Dalam tradisi masyarakat Teloke Desa Batu Layar, nimpes ini setidaknya dipercayakan kepada mereka yang benar-benar paham atau memiliki ilmu agama. Biasanya, mereka adalah penghulu, kiai, ustadz atau orang yang dipercayakan bahkan memiliki gelar masyarakat seperti gelar haji. Budaya dan kegiatan nimpes terlihat enteng karena sekedar meletakkan atau mengkemas barang atau pakaian.

Pemahaman orang dalam masyarakat nimpes itu disertai dengan bacaan-bacaan doa suci untuk mengiringi aktifitas mereka yang melakukan ibadah Haji dan Umrah. Indahnya Islam mungkin di sana nampak jelas, sekedar meletakkan, mengkemas pakaian pun memiliki doa atau bacaan suci, begitu detail agama terakhir ini menuntun umat menuju keselamatan.