Life is never
flate, katanya orang barat, setuju atau tidak, memang begitulah
kenyataannya. Hidup memang tak pernah datar, hidup penuh lika liku, cobaan,
hadangan dan rintangan pasti ada, seperti lagunya Dewa, “kadang tak seperti
yang dimawu dan diharapkan “ sebaliknya, hidup dengan bahagia, segala kebutuhan
dan fasilitas terpenuhi, mau itu, mau ini, bisa didapatkan, merupakan dambaan
setiap orang, namun, percaya atau tidak hidup tak semudah itu, tak semudah
membalikkan tangan. Akan tetapi, yang terpenting dalam hidup adalah bagaimana
menjalaninya, dan bersyukur atas apa adanya, maka hidup akan terasa indah dan berjalan
dengan baik.
Bagi golongan yang
mempunyai penghasilan lebih atau masuk dalam kategori stratifikasi ekonomi
menengah dan menengah ke atas, semua kebutuhan tersebut bisa terpenuhi, namun
bagi Tuak Mali, jangankan kebutuhan sekunder dan tersier, memenuhi kebutuhan
akan makan dan minumpun harus berjuang siang dan malam, profesinya yang
dilakoninya sehari-hari sebagai Tukang Sadep Nao, yakni “mengambil air pohon
aren dan mengolahnya menjadi gula merah” hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan
makan dan minum bersama sanak familinya.
Di usianya yang kini
mencapai 71 tahunan lebih ini, profesi sebagai tukang sadep ini, terbilang
pekerjaan yang cukup berat baginya, karena, menghabiskan waktu yang banyak dan
membutuhkan tenaga ekstra, mulai dari mengambil air aren dari pohonnya,
menyediakan kayu bakar yang banyak dan memanaskannya (masak) hingga menjadi
gula merah. Ketika ditanya, kapan profesi ini mulai dilakoninya? “saya
memulai pekerja`an ini, kira-kira semenjak tahun tujuh puluhan (70) yang lalu”
jawabnya, jadi, hampir separuh dari hidupnya dijalani sebagai Tukang Sadep.
mengenai berapa penghasilannya, Tuak Mali asal Seraye, Desa Bengkaung ini
enggan mengutaraknnya, akan tetapi dia mengatakan “pohon yang diambil airnya
untuk dibuat jadi gula merah, bukan miliknya, melainkan milik orang lain”, jadi
dia hanya mengambil upah dari sebagian hasil yang didapatkannya “ tapi mule ye
pegawean te” imbuhnya dalam bahasa sasak (memang itu pekerjaan saya), lelah dan
letih menjadi temanya sehari-hari namun, seperti itulah bapak yang seneng
menggunakan peci hitam ini mendapatkan rupiah.
Jadi, bisa
dibayangkangkan berapa rupiah yang bisa didapatkan dari profesi yang
dilakoninya, apakah menurut kita itu akan cukup? Entahlah, tapi, itulah sosok
Tuak Mali, walaupun dengan segala keterbatasan yang ada pada dirinya, dengan
penghasilan yang bisa dikatakan jauh dari cukup, lantas semua itu, tak
membuatnya menyerah, apalagi sampai berputus asa dalam menjalani hidup ini,
bahkan senyum selalu menghiasi rona wajahnya dalam menghadapi kerasnya hidup
ini. Semoga tulisan sedikit mengenai Tuak Mali ini bisa jadikan ibroh
buat kita, sehingga kita, selalu bisa bersyukur atas nikmat yang diberikan
Allah SWT, tetap semangat tanpa pernah menyerah (fight and never give up),
dan selalu optimis, hiduppun akan terasa indah “There is a will, there is a
way” disetiap ada kemauan di situ ada jalan, ungkap pepatah Barat.